Rudi
Hartono
Aydy
Kompt. Kedungrejo
Unsur-unsur Novel Remaja
Mata pelajaran smp kelas 8
©2012
All right reserved
Penyusun :
RUDI HARTONO
Desain :
RUDI HARTONO
Editor :
Rudi Hartono
KATA
PENGANTAR
Alalhamdulillah
segala puji bagi allah SWT,dan sholawat serta salamnya semoga selalu
tercurahkan kepada rasulullah SAW
beserta keluarga sahabat,dan orang-orang yang mengikuti beliau
Atas
berkat dan izinnya saya dapat menyelesaikan Buku ini dengan baik dan diberikan
kemudahan, dalam kesempatan kali ini saya menyajikan buku tentang Unsur-unsur
Menulis Novel Remaja dalam pembelajaran bahasa indonesia di sekolah menengah
pertama kelas 8 ,dan semoga dapat dipakai sebagai media pengajaran dan
memberikan kemudahan dalam pembelajaran.
Dan
akhirnya saya menyadari bahwa dalam
penyusunan Buku ini masih banyak kekurangan.oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun kami terima dengan senang
hati
Semoga Buku ini bermanfaat bagi kita
semua
Terima kasih.
Penyusun
RUDI HARTONO
DAFTAR ISI
Kata pengantar ............................................................. i
Daftar isi ....................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. .. Latar Belakang Masa;ah ......................................... 1
BAB II KARAKTERISTIK
NOVEL
A. . Pengertian Novel
..................................................... 2
B. .. Unsur-unsur Intrinsik Novel ..................................... 2
a. Tema ............................................................ 3
b. Penokohan .................................................... 5
c. Alur ............................................................... 8
d. Sudut pandang .............................................. 9
e. Gaya bahasa ................................................. 8
f. Latar atau setting .......................................... 10
g. Amanat ......................................................... 11
C. Unsur-unsur Ekstrinsik Novel............................... 12
BAB III MENULIS NOVEL DAN CERPEN
A. .. Cara Menulis Novel dan cerpen.............................. 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Minat baca para siswa sekarang ini sangatlah
berkurang, padahal membaca adalah
jendela ilmu, dan didalam membaca kita semua akan memeperoleh informasi yang
sangat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Dan salah satu bacaan yang
digemari oleh para remaja sekarang ini adalah novel-novel yang bernuansa
romantisme. Karena novel adalah Novel adalah bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini
paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya
yang luas pada masyarakat.
Dan di dalam novel ada unsur-unsur yang membangun
karya sastra tersebut salah satunya adalah tema. Karena tema adalah persoalan pokok yang menjadi
pikiran pengarang, di dalamnya terbayang pandangan hidup dan cita-cita
pengarang.Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tema adalah
pokok pembicaraan dalam sebuah cerita yang paling banyak menimbulkan konflik.
BAB
II
KARAKTERISTIK
NOVEL
A.
Pengertian Novel
Menurut Drs, Jacob Sumardjo Novel adalah bentuk sastra yang paling popular di
dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar,
lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat.
Menurut Dr. Nurhadi, Dr. Dawud, Dra. Yuni Pratiwi,
M.Pd, Dra. Abdul Roni, M. Pd. Novel adalah
bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya sosial, moral,
dan pendidikan.
Menurut Drs. Rostamaji, M.Pd, Agus priantoro, S.Pd.
Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu: unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik yang kedua saling berhubungan karena sangat berpengaruh
dalam kehadiran sebuah karya sastra.
Menurut Paulus Tukam, S.Pd. Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang
mempunyai unsur-unsur intrinsik.
B.
Unsur-Unsur
intrinsik Novel
Yaitu unsur yang membangun karya sastra dari dalam,
diantaranya:
a)
Tema
b)
Penokohan
c)
Alur
d)
Sudut
pandang
e)
Gaya bahasa
f)
Latar atau
setting
g)
Amanat
a.
Pengertian Tema
Pembahasan
mengenai makna yang terdapat dalam sebuah karya sastra ( novel), berarti sedang
membicarakan mengenai
tema. Tema berarti
kandungan umum dari isi yang ada di dalam karya sastra tersebut atau juga
disebut dengan ide dari cerita yang dimaksud. Istilah tema menurut Scharbach
dalam aminuddin (2009: 91) berasal dari bahasa latin yang berarti “ tempat
meletakkan suatu perangkat“. Disebut demikian karena tema adalah ide
yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak
pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.
Stanton dalam Nurgiyantoro (2010: 70) mengartikan tema
sebagai “makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar
unsurnya dengan cara yang sederhana”. Tema menurutnya kurang lebih dapat
bersinonim dengan ide utama (central idea) dan tujuan utama (central
purpose).
Menurut pendapat Saad (1967:185), tema adalah persoalan pokok yang menjadi
pikiran pengarang, di dalamnya terbayang pandangan hidup dan cita-cita
pengarang.Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tema adalah
pokok pembicaraan dalam sebuah cerita yang paling banyak menimbulkan konflik.
Sementara itu, Nurgiyantoro (2010: 70) memandang tema
sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya novel. Menurutnya gagaan
dasar umum inilah-yang tentunya telah ditentukan sebelumnya
oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan
cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan “setia” mengikuti gagasan dasr
umum yang telah ditetapkan sebelu-
mnya sehingga bebagai peristiwa-konflik dan pemilihan
berbagai unsur intrinsik yang lain seperti penokohan, pelataran, dan penyudut
pandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut.
Berdasarkan perkembangan sejarahnya, tema menjadi ciri
dari perkembangan karya sastra itu berkembang. Pada abad ke-18 misal-nya
terjadi pembagian klasik antara lirik, epik, dan dramatik. Tiga jenis sastra
itu dikaitkan dengan beberapa tema yang memang penting bagi sejarah kebudayaan
Eropa Barat. Di dalam lirik pengungkapan perasaan pribadi dipandang sebagai
tema tertpenting. Dalam drama perbuatan yang memuncak dalam sebuah konflik
dianggap pokok, sedangkan dalam epik perbuatan dahsyat seorang leluhur yang
menentukan nasib tokoh remaja keturunannya ( Luxemburg dkk, 1992: 113-114)
Jai secra eksplisit, tema bisa
dikatakan befungsi atau berhubungan sebagai fungsi kultular yang berbeda-beda
sesuai dengngan perkembangan budaya yang berlangsung di dalam suatu peradaban
tertentu. Tematik dari berbagai jenis sastra ini, pasti berubah dari zaman ke
zaman dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam fungsi, keadaan, publik, dan
medium.
Tema dalam banyak hal bersifat
“mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa-konflik situasi tertentu,
termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain, karena hal-hal tersebut haruslah
bersifat mendukung kejelasan tema
yang ingin disampaikan (Nurgiyantoro, 2002:68). Tema
menjadi dasar pengembangan seluruh certita, maka ia pun bersifat menjiwai
seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas,
dan abstrak.
Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema
suatu cerpen ataupun novel, puisi dan karya sastra lainnya menyangkut segala persoalan, baik itu berupa
masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, dan kecemburuan.
Tema antara satu novel mungkin saja isi
pokoknya sama. Tema tentang kasih sayang, misalnya. Mungkin kamu pun telah
membaca Pulu-
han atau bahkan
ratusan cerpen atau novel yang bertema ini. Namun, cerita-cerita tersebut tetap
membuat penasaran kita
sebagai pembacanya.
Novel-novel itu selalu menarik karena tema itu digarap dari sudut pandang yang
berlainan. Walaupun temanya itu sama-sama tentang kasih sayang, mungkin saja
satu digarap dari sudut pandang seorang anak,ibu, nenek, bibi, pacar, dan
berbagai sudut pandang lainnya
.
b.
Pengertian Penokohan
Istilah “penokohan” mempunyai pengertian yang lebih luas
daripada pengertian “tokoh”, Nurgiyantoro (1995a; 166) mengatakan bahwa
penokohan menyangkut masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya,
bagaimana penempatan dan pelukisan-
nya dalam cerita sehingga mampu memberikan -
gambaran yang jelas
bagi pembaca. Dengan demikian, Nurgiyantoro lebih lanjut lagi menjelaskan bahwa
‘penokohan’ lebih luas pengertiannya daripada ‘tokoh’ dan ‘perwatakan’ sebab ia
sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan
bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup
memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
Penokohan
adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh
dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter seseorang tokoh tersebut, pengarang
dapat menggunakan teknik sebagai berikut.
1.
Penggambaran karakter langsung oleh pengarang
Contoh
:
Beberapa saat karjo diam saja di depan setir mobilnya.
Pembantu sudah menutup gerbang sehingga ruang garasi itu gelap. Namun, lelaki
muda itu belum juga beranjak. Dilonggarkannya dasinya, dia menatap arah
pembantu
dengan muka merah. Bibirnya bergetar. Dia ini orang tidak sabar.
Sumber,
Novel Istana Terindah karya F. Muhammad N, Bandung : Pustaka Budaya, 2007
2.
Penggambaran karakter secara tidak langsung atau penggambaran oleh tokoh
lain.
Contoh
:
“Tunggu
sebentar.” Tegur Ruben kapada kawannya. “ Kamu harus menggergaji dulu ujung
papan itu sebelum memasangnya.” “Ah, kamu ini menjengkel-
kan dan sok tahu. Bukankah sebelum-
memotong kayu ini,
gergajinya harus dikikir dulu,” ujar dia.
Lalu kawan Ruben itu pergi mencari kikir untuk menajamkan
gergaji. Namun kemudian, sebelum menggunakan kikir itu, Ruben menyuruhnya lagi
membuat pegangan kikirnya. “memuakkan kau
ini, Ruben!”
gumamnya kawannya.
Sumber
cerita “Alegori yang kujumpai’ karya Edi Warsisi, pikiran rakyat, 25 Februari
2006.
3.
Penggambaran karakter melalui gerak-gerik dan tingkah laku tokoh
Contoh
:
Sesampainya
di kantor, Barli malah termenung di bangku menghadap ke arah jendela. Orang
lain di ruang sebelahnya lalu lalang dengan kesibukannya. Wajah Barli tersorot
sinar lampu dari atas langit-langit ruang kerjanya. Satu orang stafnya asyik di
depan komputer sambil merokok. Tidak lam, datang seseorang bernama Husein,
melepas kacamatanya, dan sebuah pensil terselip di balik daun telinganya.
Sumber. Cerita “ pada
sebuah kantor” karya Hetti Restianti, Bandung Pustaka Budaya,2007
Yang dimaksud penokohan adalah penyajian
watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada beberapa metode penyajian watak
tokoh, yaitu
a. Metode analitis/langsung/diskursif.
Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
b. Metode dramatik/taklangsung/ragaan.
Yaitu :
penyajian
watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan
lakuan
tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta
dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
c. Metode kontekstual. Yaitu penyajian
watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang.
Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM.,
ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu
a. Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya,
terutama abagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
b. Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan
kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan,
wanita atau pria, kasar atau halus.
c. Melalui penggambaran fisik tokoh.
d. Melalui pikiran-pikirannya
e. Melalui penerangan langsung.
Tokoh dan latar memang merupakan dua
unsur cerita rekaan yang erat berhubungan dan saling mendukung.
c.
Pengertian Alur
Alur
/ plot merupakan rangkaian peristiwa dalam novel. Alur dibedakan menjadi 2 bagian,
yaitu alur maju
(progresif) yaitu
apabila peristwa bergerak secara bertahap
berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur
mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang
sedang berlangsung
(Paulus Tukan, S.Pd). Alur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu alur maju
(progresif) yaitu apabila peristwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan
kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur (flash back progresif)
yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung.
d.
Sudut Pandang
Menurut
Harry Show (1972 : 293), sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Pengarang
menggunakan sudut pandang took dan kata ganti orang pertama, mengisahkan apa
yang terjadi dengan dirinya dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan
kata-katanya sendiri.
2. Pengarang
menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih banyak mengamati dari luar
daripada terlihat di dalam cerita pengarang biasanya menggunakan kata ganti
orang ketiga.
3. Pengarang
menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali berdiri di luar cerita, ia
serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran
tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.
e.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah alat utama pengarang untuk
melukiskan, menggambarkan, dan menghidupkan cerita secara estetika.
Macam-macam
gaya bahasa:
a.
personifikasi: gaya bahasa ini mendeskripsikan benda-benda mati dengan cara
memberikan sifat -sifat seperti manusia.
b. simile
(perumpamaan): gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan penibaratan.
c.
hiperbola: gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan cara berlebihan
dengan maksud memberikan efek berlebihan.
Merupakan gaya yang dominant
dalam sebuah novel (Drs. Rustamaji, M,Pd, Agus Priantoro, S.Pd)
f.
Pengertian Latar
Latar adalah tempat dan waktu
terjadinya peristiwa, latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan
suasana yang diceritakan dalam karya sastra, seperti novel, cerpen, atau pada
puisi.
Latar tempat kejadian itu
misalnya, di hutan, di planet, di laut, dan sebaginya. Latar waktu misalnya
siang hari, malam, sore, atau bisa juga masa yang lalu atau masa sekarang.
Sedangkan latar suasana menggambarkan bagaimana keadaan suasana cerita itu
terjadi.
Menurut Stanton (1965:14) plot adalah cerita yang
berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Peristiwa-peristiwa cerita
dimanifestasikan lewat perbuatan, tingkah laku, dan sikap tokoh- tokoh (utama) cerita.
Latar
adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu,
ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi
penggambaran letak geografis (termasuk topografi, pemandangan, perlengkapan,
ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim,
lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh.
- Macam-macam
Latar :
Latar
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Latar fisik/material. Latar fisik adalah
tempat dalam ujud fisiknya (dapat dipahami melalui panca indra).
Latar fisik dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu
a. Latar netral, yaitu latar fisik yang
tidak mementingkan kekhususan waktu dan tempat.
b. Latar spiritual, yaitu latar fisik yang
menimbulkan dugaan atau asosiasi pemikiran tertentu.
2. Latar sosial. Latar sosial mencakup
penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikap, adat kebiasaan,
cara hidup, bahasa, dan lain-lain.
-
Fungsi Latar :
Ada beberapa fungsi latar, antara lain
1.
memberikan
informasi situasi sebagaimana adanya
2.
memproyeksikan
keadaan batin tokoh
3.
mencitkana
suasana tertentu
4.
menciptakan
kontras
g.
Amanat
Jika permasalahan yang diajukan dalam cerita diberi jalan
keluarnya oleh pengarang, maka jalan Keluar- itulah yang
disebut amanat. Amanat yang terdapat dalam
karya sastra tertuang secara implisit. Secara implisit yaitu jika jalan keluar
atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita
berakhir. Sudjiman (1986:35)
Amanat
secara eksplisit yaitu jika pengarang pada tengah atau akhir cerita
menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat,
anjuran,
larangan dan sebagainya, berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita itu.
C.
Unsur-unsur ektrinsik Novel
Unsur ini meliputi latar
belakang penciptaan, sejarah, biografi pengarang, dan lain – lain, di luar
unsur intrinsik. Unsur – unsur yang ada di luar tubuh karya sastra. Perhatian
terhadap unsur – unsur ini akan membantu keakuratan penafsiran isi suatu karya
sastra (Drs. Rustamaji, M,Pd, Agus Priantoro, S.Pd).
Diantaranya
adalah kapan karya sastra itu dibuat, latar belakang kehidupan pengarang,
latar belakang sosial pengarang, latar belakang penciptaan, sejarah, biografi
pengarang dan sebagainya.
Setiap
karya sastra adalah hasil pengaruh yang rumit dari faktor-faktor sosial dan
kultural," begitulah salah seorang penganjur kritik sosio-budaya, Sheldon
Norman Grebstein (1968), yang juga dikutip Sapardi Djoko Damono (1978),
menegaskan. Menurutnya,
karya sastra selalu mengungkapkan latar sosial budaya yang melingkari diri
pengarangnya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap karya sastra hanya mungkin
dapat -
dilakukan
secara lebih lengkap jika karya itu sendiri
tidak dipisahkan dan lingkungan,
kebudayaan serta peradaban yang telah menghasilkannya.
Dalam pengertian yang lain, Rene Wellek dan Austin Warren (1989) menempatkan masalah itu sebagai struktur yang mencangkup isi dan bentu, dua hal yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Pemisahan isi dan bentuk itu juga ditentang oleh kaum formalis. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa faktor sosio budaya merupakan "bahan" yang kemudian diolah aedemikian rupa bersama unsur-unsur lain guna mencapai nilai estetik karya bersangkutan. Keseluruhan itulah yang membangun sebuah kesatuan struktural.
Pemahaman itu memberi kemungkinan bagi usaha mengungkapkan apa yang menjadi bahan karya sastra tersebut. Dengan kata lain, usaha itu merupakan "cara" untuk mencoba menghubungkaitkan karya sastra dengan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Melalui bantuan cara itu, karya sastra dijelaskan maknanya, amanatnya, sikap pengarangnya, atau nilai estetiknya secara keseluruhan. Caranya sendiri dapat berupa penjelasan mengenai fakta historis, sosiologis, psikilogis atau filosofis, sebagaimana yang menjadi "isi" yang terkandung dalam karya yang diteliti. Inilah yang dimaksud pendekatan ekstrinsik; penjelasan atau analisis karya sastra berdasarkan ilmu lain yang berada di luar ilmu sastra.
Mengingat sastrawan Indonesia dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan sosio budaya yang amat beragam,
Dalam pengertian yang lain, Rene Wellek dan Austin Warren (1989) menempatkan masalah itu sebagai struktur yang mencangkup isi dan bentu, dua hal yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Pemisahan isi dan bentuk itu juga ditentang oleh kaum formalis. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa faktor sosio budaya merupakan "bahan" yang kemudian diolah aedemikian rupa bersama unsur-unsur lain guna mencapai nilai estetik karya bersangkutan. Keseluruhan itulah yang membangun sebuah kesatuan struktural.
Pemahaman itu memberi kemungkinan bagi usaha mengungkapkan apa yang menjadi bahan karya sastra tersebut. Dengan kata lain, usaha itu merupakan "cara" untuk mencoba menghubungkaitkan karya sastra dengan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Melalui bantuan cara itu, karya sastra dijelaskan maknanya, amanatnya, sikap pengarangnya, atau nilai estetiknya secara keseluruhan. Caranya sendiri dapat berupa penjelasan mengenai fakta historis, sosiologis, psikilogis atau filosofis, sebagaimana yang menjadi "isi" yang terkandung dalam karya yang diteliti. Inilah yang dimaksud pendekatan ekstrinsik; penjelasan atau analisis karya sastra berdasarkan ilmu lain yang berada di luar ilmu sastra.
Mengingat sastrawan Indonesia dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan sosio budaya yang amat beragam,
maka pendekatan ekstrinsik terhadap karya
sastra Indonesia
sebenarnya merupakan lahan yang amat
menjanjikan. Periksa misalnya, karya-karya Hamka yang sarat bernafaskan suasana
keagamaan (Islam) dengan latar budaya Minangkabau. Dengan nafas dan suasana
keagamaan yang sama karya-karya Danarto dan Kuntowijoyo memperlihatkan latar
budaya Jawa, namun dengan idiom dan pengungkapan yang berbeda. Hal yang juga
tampak pada karya-karya Fudoli Zaini, Djamil Suherman, Ahmad Tohari atau
Mohammad Diponegoro. Dalam hal ini, kita masih dapat menyebut nama lain yang
juga menampilkan nafas dan suasana yang sama, namun dilatarbelakangi oleh akar
budaya yang berbeda.
Unsur
ekstrinsik merupakan unsur dari luar yang turut mempengaruhi terciptanya karya
sastra. Unsur ekstrinsik meliputi biografi pengarang, keadaan masyarakat saat
karya itu dibuat, serta sejarah perkembangan karya sastra. Melalui sebuah karya
novel kita kadang secara jelas dapat memperoleh sedikit gambaran tentang
biografi pengarangnya. Melalui sebuah novel kita pun dapat
memperoleh
gambaran tentang budaya dan keadaan masyarakat tertentu saat karya itu dibuat.
Nilai-nilai dalam karya sastra dapat ditemukan melalui unsur ekstrinsik ini. Seringkali dari tema yang sama didapat nilai yang berbeda, tergantung pada unsur ekstrinsik yang menonjol. Misalnya, dua novel sama-sama bertemakan cinta, namun kedua novel menawarkan nilai yang berbeda karena ditulis oleh dua pengarang yang berbeda dalam memandang dan menyingkap cinta, latar belakang pengarang yang berbeda, situasi sosial yang berbeda,dan sebagainya.
Nilai-nilai dalam karya sastra dapat ditemukan melalui unsur ekstrinsik ini. Seringkali dari tema yang sama didapat nilai yang berbeda, tergantung pada unsur ekstrinsik yang menonjol. Misalnya, dua novel sama-sama bertemakan cinta, namun kedua novel menawarkan nilai yang berbeda karena ditulis oleh dua pengarang yang berbeda dalam memandang dan menyingkap cinta, latar belakang pengarang yang berbeda, situasi sosial yang berbeda,dan sebagainya.
-
Nilai- nilai yang terkandung
:
a. Nilai social masyarakat, sifat yang suka memperhatikan kepentingan umum (menolong, menderma,dan,lain-lain).
b. Nilai budaya Nilai yang berkaitan dengan pikiran, akal budi, kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat suatu tempat yang menjadi kebiasaan dan sulit diubah.
c. Nilai ekonomi Nilai yang berkaitan dengan pemanfaatan dan
asas-asas produksi, distribusi, pemakaian barang,
dan kekayaan (keuangan, tenaga, waktu, industri, dan perdagangan).
d. Nilai filsafat, hakikat segala yang ada, sebab, asal, hukumnya.
e. Nilai politik, Nilai yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku.
f. Nilai moral (nilai etik) adalah nilai untuk manusia sebagai pribadi yang utuh, misalnya kejujuran; nilai yang
d. Nilai filsafat, hakikat segala yang ada, sebab, asal, hukumnya.
e. Nilai politik, Nilai yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku.
f. Nilai moral (nilai etik) adalah nilai untuk manusia sebagai pribadi yang utuh, misalnya kejujuran; nilai yang
berhubungan dengan akhlak; nilai yang berkaitan dengan benar dan salah yang
dianut oleh golongan atau masyarakat.
g. Nilai keagamaan adalah konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat pada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadikan pedoman bagi tingkah laku warga masyarakat bersangkutan. pandangan pengarang itu diakui sebagai nilai-nilai kebenaran olehnya dan ingin disampaikan kepada pembaca melalui
g. Nilai keagamaan adalah konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat pada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadikan pedoman bagi tingkah laku warga masyarakat bersangkutan. pandangan pengarang itu diakui sebagai nilai-nilai kebenaran olehnya dan ingin disampaikan kepada pembaca melalui
karya sastra. Nilai moral dan nilai keagamaan-
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Pandangan hidup yang berhubungan dengan moral itu bersumber dari nilai keagamaan. Seseorang bisa
dikatakan orang bermoral, karena orang itu beragama. Moral lebih dekat
hubungannya antara manusia dengan manusia, sedangkan agama hubungannya antara
manusia dengan Tuhan.
BAB III
MENULIS NOVEL DAN CERPEN
A. Cara Menulis Novel
Pernahkah kamu menulis sebuah cerita pendek? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1997:186-187), cerita pendek adalah karya sastra yang berupa kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dminan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).
Berdasarkan pengertian di atas, cerita pendek mengisahkan kehidupan sang tokoh yang berada dalam satu peristiwa atau satu kejadian. Tokoh yang dikisahkan dapat berupa tokoh imajinatif atau tokoh nyata yang dekat dengan kehidupan pengarangnya.
Perhatikan langkah-langkah menulis cerita pendek berikut ini!
1. Tentukanlah tokoh cerita yang akan dikisahkan!
Penentuan tokoh yang akan dipilih tentu tidak sulit karena selama hidupmu biasanya ada teman-teman teordekat yang biasa menjadi tempat mengadu, berdialog, tukar pikiran, minta saran, atau mendengarkan keluh kesah hidup dan cintanya.
Untuk itu, sebagai bahan penulisan cerita pendek ini, kamu tinggal pilih kisah siapakah yang akan diceritakan. Atau, mungkin kamu pernah mendengar kisah tragis kehidupan seorang tokoh terkenal. Atau mungkin pula tokohoperaih prestasi lah raga dunia. Yang terpenting, tokoh yang akan kamu ceritakan, peristiwa yang terjadi, tempat dan waktu kejadian, dan
Pernahkah kamu menulis sebuah cerita pendek? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1997:186-187), cerita pendek adalah karya sastra yang berupa kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dminan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).
Berdasarkan pengertian di atas, cerita pendek mengisahkan kehidupan sang tokoh yang berada dalam satu peristiwa atau satu kejadian. Tokoh yang dikisahkan dapat berupa tokoh imajinatif atau tokoh nyata yang dekat dengan kehidupan pengarangnya.
Perhatikan langkah-langkah menulis cerita pendek berikut ini!
1. Tentukanlah tokoh cerita yang akan dikisahkan!
Penentuan tokoh yang akan dipilih tentu tidak sulit karena selama hidupmu biasanya ada teman-teman teordekat yang biasa menjadi tempat mengadu, berdialog, tukar pikiran, minta saran, atau mendengarkan keluh kesah hidup dan cintanya.
Untuk itu, sebagai bahan penulisan cerita pendek ini, kamu tinggal pilih kisah siapakah yang akan diceritakan. Atau, mungkin kamu pernah mendengar kisah tragis kehidupan seorang tokoh terkenal. Atau mungkin pula tokohoperaih prestasi lah raga dunia. Yang terpenting, tokoh yang akan kamu ceritakan, peristiwa yang terjadi, tempat dan waktu kejadian, dan
Orang-orang yang terlibat di dalamnya betul-betul
kamu ketahui.
Berdasarkan fungsinya, tokoh cerita dapat dibedakan atas
Berdasarkan fungsinya, tokoh cerita dapat dibedakan atas
tokoh sentral dan tokoh bawahan (Sudjiman,
1992: 17). Tokoh yang memegangoperan pimpinan disebut tokoh utama atau
prtagnis. Tokoh ini menjadi tokoh sentral dalam cerita. Kriteria tokoh utama
bukan frekuensi kemunculannya, melainkan berdasarkan intensitas keterlibatannya
dalam peristiwa yang membangun cerita.
Selain tokoh prtagnis, ada tokoh sentral yang termasuk tokoh utama yang disebut tokoh antagnis yaitu tokoh yang merupakan penentang atau lawan. Tokoh prtagnis mempunyai karakter baik dan terpuji, sedangkan tokoh antagnis mempunyai karakter yang jahat atau salah.
Yang dimaksud dengan tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral karena kehadirannya hanya untuk menunjang atau mendukung tokoh utama. Untuk kepentingan penulisan cerita pendek yang kamu susun, tentukanlah tokoh-tokoh cerita tersebut termasuk karakter penokohannya.
2. Urutkan alur cerita berdasarkan urutan peristiwa sesuai dengan waktu dan tempat kejadian!
Tuliskan peristiwa yang akan dikisahkan. Urutkan peristiwa yang akan dikisahkan berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Setelah tergambar peristiwa yang akan dikisahkan, kamu dapat mengembangkan alur ceritanya dari awal hingga akhir kejadian (alur maju). Atau sebaliknya, kamu dapat mengawali cerita dari kejadian terakhir baru kamu uraikan kejadian-kejaian sebelumnya (alur mundur/flashback). Atau, kamu dapat menguraikan kejadiannya dengan cara gabungan
Selain tokoh prtagnis, ada tokoh sentral yang termasuk tokoh utama yang disebut tokoh antagnis yaitu tokoh yang merupakan penentang atau lawan. Tokoh prtagnis mempunyai karakter baik dan terpuji, sedangkan tokoh antagnis mempunyai karakter yang jahat atau salah.
Yang dimaksud dengan tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral karena kehadirannya hanya untuk menunjang atau mendukung tokoh utama. Untuk kepentingan penulisan cerita pendek yang kamu susun, tentukanlah tokoh-tokoh cerita tersebut termasuk karakter penokohannya.
2. Urutkan alur cerita berdasarkan urutan peristiwa sesuai dengan waktu dan tempat kejadian!
Tuliskan peristiwa yang akan dikisahkan. Urutkan peristiwa yang akan dikisahkan berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Setelah tergambar peristiwa yang akan dikisahkan, kamu dapat mengembangkan alur ceritanya dari awal hingga akhir kejadian (alur maju). Atau sebaliknya, kamu dapat mengawali cerita dari kejadian terakhir baru kamu uraikan kejadian-kejaian sebelumnya (alur mundur/flashback). Atau, kamu dapat menguraikan kejadiannya dengan cara gabungan
dari setiap peristiwa karena peristiwa
yang satu berkaitan erat dengan kejadian yang lainnya (alur gabung).
Setelah itu kamu tinggal menentukan,
alur cerita mana yang akan kamu tentukan agar cerita ini lebih menarik. Faktor
latar cerita memegangoperanan penting, tentu peristiwa yang dikisahkan sangat
berkaitan dengan waktu dan tempat. Untuk itu, identifikasi setiap peristiwa
yang dikisahkan dengan waktu dan tempat kejadiannya.
3. Kembangkanlah ide-ide cerita yang sudah kamu identifikasi tadi ke dalam bentuk cerpen dengan memerhatikan teknik penceritaan yang menarik!
Menurut Sudjiman (1992: 91-101), terdapat beberapa teknik penceritaan yaitu teknik pemandangan (panoramic/pictrial technique), teknik adegan (scenic technique), teknik montase, teknik kolase, dan teknik asosiasi.
3. Kembangkanlah ide-ide cerita yang sudah kamu identifikasi tadi ke dalam bentuk cerpen dengan memerhatikan teknik penceritaan yang menarik!
Menurut Sudjiman (1992: 91-101), terdapat beberapa teknik penceritaan yaitu teknik pemandangan (panoramic/pictrial technique), teknik adegan (scenic technique), teknik montase, teknik kolase, dan teknik asosiasi.
Teknik pemandangan umumnya lebih jelas
dan terinci memberitahukan waktu dan tempat cerita, serta membangun konteks
tindakan dan kejadian yang dikisahkan.
contoh teknik pemandangan
Mereka berhenti di depan meja-meja penuh makanan. Ekspresi Chelsea berubah serius. Tatapannya melembut, srt matanya hangat dan penuh simpati. Itulah yang disukai Jake pada diri Chelsea. Cewek itu baik hati. Ia bukannya cuma ingin menunjukkan padamu seberapa hebatnya dia dibandingkan dirimu.
contoh teknik pemandangan
Mereka berhenti di depan meja-meja penuh makanan. Ekspresi Chelsea berubah serius. Tatapannya melembut, srt matanya hangat dan penuh simpati. Itulah yang disukai Jake pada diri Chelsea. Cewek itu baik hati. Ia bukannya cuma ingin menunjukkan padamu seberapa hebatnya dia dibandingkan dirimu.
Teknik adegan umumnya menyajikan
cerita dengan menyajikan adegan atau peristiwa dengan latar fisik yang jelas.
Pembaca akan merasakan bahwa dia terlibat dalam
cerita dan
peristiwa yang dikisahkan.
contoh teknik adegan
”Aku tahu” Rita balas berbisik. tapi kita kan sudah di sini, jadi sekalian saja kita Lihat-lihat. Diguncangkannya senternya, berharap sinarnya bisa lebih terang. Rambut Rita yang hitam jatuh di matanya. Ia menyibakkannya dan bergerak lebih dekat kepada Roni.
contoh teknik adegan
”Aku tahu” Rita balas berbisik. tapi kita kan sudah di sini, jadi sekalian saja kita Lihat-lihat. Diguncangkannya senternya, berharap sinarnya bisa lebih terang. Rambut Rita yang hitam jatuh di matanya. Ia menyibakkannya dan bergerak lebih dekat kepada Roni.
Teknik montase
yakni teknik penceritaan dengan cara memotong-motong cerita sehingga akan
menghasilkan cerita yang terputus-putus. Pembaca, kadang-kadang merasa pusing
atas kekacauan cerita yang tidak logis dan sistematis yang memang disengaja
oleh penceritanya.
Contoh Teknik Montase
Emry tak pemah bicara dengan suara pelan ia cuma bisa bicara dengan suara keras, selah-lah berada di panggung opera. Dengan rambut hitam berantakannya yang tak pernah tersentuh oleh sisir, dan suaranya yang dalam dan menggelegar, ke mana pun emry pergi, ia selalu menarik perhatian. Berpikirnya cepat. Bicaranya cepat. Ia tak pemah berjalan, ia selalu berlari. Ia selalu tampak terburu-buru, ia selalu melakukan enam hal sekaligus, memberi instruksi pada selusin orang, bicara cepat dan pada saat yang sama membuat catatan kecil ”kayaknya sih nggak ada, orang jake”. Diangkatnya setengah potong sandwich ayam dan dijatuhkannya ke piring kertasnya. Ia berpikir keras. ”Yah…Aku bisa nntn gratis. Itu lumayan asyik” ia mengakui. ”Tapi hampir semua anak di sekolah kita juga, bisa nonton gratis,”
jake menambahkan. “adi kurasa itu nggak ada artinya.”
Contoh Teknik Montase
Emry tak pemah bicara dengan suara pelan ia cuma bisa bicara dengan suara keras, selah-lah berada di panggung opera. Dengan rambut hitam berantakannya yang tak pernah tersentuh oleh sisir, dan suaranya yang dalam dan menggelegar, ke mana pun emry pergi, ia selalu menarik perhatian. Berpikirnya cepat. Bicaranya cepat. Ia tak pemah berjalan, ia selalu berlari. Ia selalu tampak terburu-buru, ia selalu melakukan enam hal sekaligus, memberi instruksi pada selusin orang, bicara cepat dan pada saat yang sama membuat catatan kecil ”kayaknya sih nggak ada, orang jake”. Diangkatnya setengah potong sandwich ayam dan dijatuhkannya ke piring kertasnya. Ia berpikir keras. ”Yah…Aku bisa nntn gratis. Itu lumayan asyik” ia mengakui. ”Tapi hampir semua anak di sekolah kita juga, bisa nonton gratis,”
jake menambahkan. “adi kurasa itu nggak ada artinya.”
Teknik kolase adalah teknik penyajian
cerita yang sarat dengan kutipan dari karya sastra yang lain. Kadang-kadang
cerita terpotong-potong dan tidak berhubungan karena adanya penempelan kutipan
karya lain. Teknik asosiasi adalah teknik penceritaan dengan cara
mengasosiasikan dengan hal lain yang bertautan atau berhubungan. Asosiasi dapat
terbentuk dalam diri tokoh, pembaca, atau pencerita.
contoh teknik kolase
Jake tahu ada yang tidak beres begitu ia dan ayahnya memasuki kelas. Tubuh emry langsung kaku. Ia menurunkan pandangannya. Matanya menyapu ruangan yang terang benderang itu. Suara desisan yang mendirikan bulu kuduk muncul dari bagian depan kelas. ”Sheila?” Seru Emry seraya menghentikan langkah di depan pintu. ”di mana para kru?” Jake berjalan pelan ke sisi Emry dan memandang isi ruangan. Ia tidak melihat Sheila. Ia tidak melihat satu pun kru di sana.
contoh teknik kolase
Jake tahu ada yang tidak beres begitu ia dan ayahnya memasuki kelas. Tubuh emry langsung kaku. Ia menurunkan pandangannya. Matanya menyapu ruangan yang terang benderang itu. Suara desisan yang mendirikan bulu kuduk muncul dari bagian depan kelas. ”Sheila?” Seru Emry seraya menghentikan langkah di depan pintu. ”di mana para kru?” Jake berjalan pelan ke sisi Emry dan memandang isi ruangan. Ia tidak melihat Sheila. Ia tidak melihat satu pun kru di sana.
Teknik asosiasi adalah teknik
penceritaan dengan cara mengasosiasikan dengan hal lain yang
bertautan/berhubungan. Asosiasi dapat terbentuk dalam diri tokoh, pembaca, atau
pencerita.
contoh teknik asosiasi
Apa tidak mungkin ia berubah menjadi ular besar pada suatu waktu? Dan jika terjadi demikian, pastilah pahlawan itu menggantung diri. Sebab ia malu. Apa tidak mungkinoperawan itu telah menggantung diri? Telah habis plisi mencari keteorangan. Tapi jawab tetangga selalu tidak tahu.
Berdasarakan teknik penceritaan yang telah diuraikan di atas, kamu dapat memilih teknik mana yang akan dipilih untuk mengembangkan ide cerita pendek yang akan ditulis. Kamu-
contoh teknik asosiasi
Apa tidak mungkin ia berubah menjadi ular besar pada suatu waktu? Dan jika terjadi demikian, pastilah pahlawan itu menggantung diri. Sebab ia malu. Apa tidak mungkinoperawan itu telah menggantung diri? Telah habis plisi mencari keteorangan. Tapi jawab tetangga selalu tidak tahu.
Berdasarakan teknik penceritaan yang telah diuraikan di atas, kamu dapat memilih teknik mana yang akan dipilih untuk mengembangkan ide cerita pendek yang akan ditulis. Kamu-
dapat
menggunakan ragam bahasa yang menarik sesuai dengan tema cerita yang
disampaikan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://goesprih.blogspot.com/2008/08/unsur-ekstrinsik-novel.html
(online 20 Mei 2012 pukul 13.00-14.00)
http://indonesiasmpkps.wordpress.com/2008/03/11/unsur-unsur-intrinsik-novel/(online 20 Mei 2012 pukul 13.00-14.00)
repository.upi.edu/operator/upload/t_bind_0907508_chapter2.pdf
file PDF (online 20 Mei 2012 pukul 13.00-14.00)
h DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2011/09/pengertian-novel-menurut-para-pakar.html#ixzz1v6EU7zPl (online 20 Mei
2012 pukul 13.00-14.00)
Buku Bahasa Indonesia Kelas 8 Mediatama
TENTANG
PENYUSUN
Rudi Hartono Lahir di Dukuh
Kedungrejo Desa Ngumpakdalem Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro, pada
tanggal 17 Agustus 1990, sebagai putra dari Bapak Wasito Ibu Raminten.
Pendidikan dasar dan menengeah pertama di daerah sendiri, dan
melanjutkan ke menengah atas di MA Abudarrin Kendal dan sekarang kuliah
semester 4 tingkat II di IKIP PGRI Bojonegoro.
Profesi sehari-hari sebagai staff pengajar di SMPI NURUL ULUM
–LERAN-KALITIDU, dan sebagai Tutor Les Komputer di AYDY komptr Kedungrejo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar